Listening to the Drawing: A Study of Phenomenology of Comics
Saat ini sedang dibikin pusing, tentang bagaimana mengaitkan representasi - fenomenologu - ekspresi - visual - komik.
Secara kasarnya sudah ada tetapi menyusun dalam bentuk argumen dengan kerangka teori persepsi visual, teori komik, seni dan desain, serta fenomenologi memerlukan sebuah kerja keras yg sungguh tidak mudah.
Secara pribadi saya tidak tahu harus memulainya darimana. Gambaran mengenai itu ada, tetapi sungguh sulit untuk menceritakan apalagi menyusunnya menjadi sebuah tesis yg layak diterima secara akademis (bukan sekedar menyenangkan sekelompok kecil orang, tetapi komunitas studi komik yg otoritatif).
Ide dasarnya adalah memandang komik yg meski dianggap budaya massa, atau karya popular dan banal, tetapi merupakan medium yg bermanfaat bagi penyadaran diri manusia. Hal itu dapat terjadi apabila kita membuka diri untuk melihat kembali komik dan membacanya sehingga diri kita sadar sebenarnya sedang mendengar sebuah cerita sedang dituturkan secara imajinatif.
Fenomena mendengarkan komik adalah sesuatu yg penting bagi pembukaan diri manusia. Komik sama seperti medium seni lainnya spt musik, sastra, puisi, lukisan, atau bentuk2 seni rupa lainnya adalah benda2 yg ada dalam keseharian kita tapi luput dari perhatian.
Sebuah perhatan bahwa sebenarnya tanpa sadar, bagi para pembaca komik, medium populer ini, dapat menjadi pintu bagi kita 'membuka' diri terhadap kehadiran sang Ada. Mendengar komik merupakan proses bagaimana Pengada mengada-di-dunia.
Pembaca komik menyelami bacaannya seakan hidup-di-dunia yang diciptakan komikus. pembaca ber-se-tubuh dengan komik yg di-baca-nya.
Komunitas komik apabila sudah berkumpul, mereka seolah-olah berada-di-dunia komik itu sendiri.
Apa yg di-representasikan oleh komik bukanlah realitas nyata sebagaimana di dunia, tetapi merupakan representasi dari sebuah dunia tersendiri yaitu dunia-komik.
Secara kasarnya sudah ada tetapi menyusun dalam bentuk argumen dengan kerangka teori persepsi visual, teori komik, seni dan desain, serta fenomenologi memerlukan sebuah kerja keras yg sungguh tidak mudah.
Secara pribadi saya tidak tahu harus memulainya darimana. Gambaran mengenai itu ada, tetapi sungguh sulit untuk menceritakan apalagi menyusunnya menjadi sebuah tesis yg layak diterima secara akademis (bukan sekedar menyenangkan sekelompok kecil orang, tetapi komunitas studi komik yg otoritatif).
Ide dasarnya adalah memandang komik yg meski dianggap budaya massa, atau karya popular dan banal, tetapi merupakan medium yg bermanfaat bagi penyadaran diri manusia. Hal itu dapat terjadi apabila kita membuka diri untuk melihat kembali komik dan membacanya sehingga diri kita sadar sebenarnya sedang mendengar sebuah cerita sedang dituturkan secara imajinatif.
Fenomena mendengarkan komik adalah sesuatu yg penting bagi pembukaan diri manusia. Komik sama seperti medium seni lainnya spt musik, sastra, puisi, lukisan, atau bentuk2 seni rupa lainnya adalah benda2 yg ada dalam keseharian kita tapi luput dari perhatian.
Sebuah perhatan bahwa sebenarnya tanpa sadar, bagi para pembaca komik, medium populer ini, dapat menjadi pintu bagi kita 'membuka' diri terhadap kehadiran sang Ada. Mendengar komik merupakan proses bagaimana Pengada mengada-di-dunia.
Pembaca komik menyelami bacaannya seakan hidup-di-dunia yang diciptakan komikus. pembaca ber-se-tubuh dengan komik yg di-baca-nya.
Komunitas komik apabila sudah berkumpul, mereka seolah-olah berada-di-dunia komik itu sendiri.
Apa yg di-representasikan oleh komik bukanlah realitas nyata sebagaimana di dunia, tetapi merupakan representasi dari sebuah dunia tersendiri yaitu dunia-komik.
Comments
Post a Comment